Rabu, 09 November 2011

The United Nations and its Limits (Perserikatan Bangsa Bangsa dan Keterbatasan-Keterbatasannya)

Review Journal

International Approaches to Development

The United Nations and Its Limits

(PBB dan Keterbatasan-Keterbatasannya)

By Jacques Fomerand

Pada awal tulisannya, Formerand membahas tentang bagaimana tantangan era pasca perang dingin sangat mendasari perlunya perusahaan internasional di era selanjutnya, yang pada faktanya dia mengemukakan bagaimana campur tangan PBB yang semakin tidak terbatas dalam berbagai bidang, dengan penganggaran yang luar biasa besar (2001-2002 lebih dari $2,5 milyar).

The Resources Gap / Celah dalam Sumber - Sumber Daya

Dengan memaparkan berbagai data tentang aliran dana yang dikeluarkan PBB untuk berbagai bidang dibandingkan dengan OECD dan IMF kepada berbagai negara berkembang dan daerah – daerah krisis keuangan (khususnya Asia). Bagi Formerand, besarnya tantangan yang tiada henti dari kawasan – kawasan berkembang sangat mendasari adanya celah antara sumber daya dan kebutuhan. Namun demikian, meskipun telah diambil langkah yang begitu signifikan dan besar bagi negara – negara berkembang dalam setengah abad belakangan, namun kemiskinan tetap menjadi ciri khas dari nehgara berkembang. Berbagai ukuran diberikan Fomerand seperti misalnya masih ada sekitar 1-1,3milyar penduduk hidup dalam apa yang disebutnya “absolute poverty”, jumlah kelahiran yang 10x lebih besar daripada di belahan utara dunia, sepertiga penduduk bumi sepertinya tidak akan mencapai usia 40 tahun dengan berbagai penyakit, masih banyaknya orang yang tidak bisa membacca dan menulis, dan lain – lain.

Fomerand meneliti, penumpasan kemiskinan dan peningkatan pengembangan kemanusiaan tentunya memiliki harga, seperti dicontohkan dalam Rio Earth Summit 1992, diusulkan sejumlah $125juta untuk pengembangan sumberdaya atas implementasi Agenda 21. Cairo Conference on Population and Development 1994 juga mengusulkan dana sejumlah $17milyar untuk pengadaan kesehatan dan perencanaan keluarga secara universal. Namun di saat yang sama, ketersediaan sumberdaya untuk kemajuan perusahaan mulai berkurang.

Pada situasi seperti ini, harapan akan adanya kontribusi dari PBB tidak bisa memberikan apa yang disebut Fomerand sebagai “romantic flights of fancy”, angan2penerbangan yang romantis. Bagi Fomerand, berbagai pernyataan hiperbolik tentang PBB seperti organisasi yang unik, sentral, penting, dan memiliki kepemimpinan terhadap perusahaan dalam skala internasional adalah sangat berlebihan. Kenyataannya, tidak ada satupun pemerintahan yang menerapkan ide untuk mendesain sebuah organisasi yang akan beroperasi sebagai aktor independen secara institusional, ataupun membayangkan PBB sebagai organisasi pengatur, supranasional, dan kekuatan otonomi dalam pengambilan keputusan dalam lapangan pengembangan atau manajemen ekonomi dunia. Bagi Fomerand, kekuatan seperti yang dibayangkan ini, selalu berada di bawah pengaruh ekonomi dan politik Amerika Serikat.

Fomerand menegaskan, bahwa pertanyaan terpenting soal peran PBB dalam kemajuan adalah bukan tentang apa yang diperbolehkan oleh piagamnya, tetapi sumbangan apa yang mampu diberikan oleh setiap negara anggotanya. Dengan cara seperti ini,maka PBB dapat dipandang sebagai organisasi yang berjalan sebagai forum diskusi dan promosi perusahaan internasional untuk kemajuan. Sebagai “town meeting of the world” (kota pertemuan dunia), PBB dapat dianggap sebagai katalis, fasilitator, penyedia kerjasama antara para pelaku nasional dan internasional (badan – badan regional, NGO, dan entitas kelompok masyarakat sipil). Dengan kerangka berpikir seperti ini, sistem dalam PBB dapat tetap aktif terlibat dalam aktivitas – aktivitas yang disebut Fomerand sebagai “Functionalist”.

SETTING THE WORLD’S AGENDA

Secara bersama, komponen – komponen dalam sistem PBB (badan – badan khusus, IMF, World bank, berbagai pendanaan dan program), merupakan faktor penentu dalam berbagai fungsi terhadap berbagai bidang. Seperti misalnya, UN Statistical Commission, standar – standar perburuhan dan hak asasi manusia oleh International Labor Organization, penentuan kriteria kualitas farmasi oleh WHO, dan berbagai konvensi lainnya. Meskipun dengan berbagai keterbatasannya, sistem PBB ini tetap dianggap sebagai yang terdepan dalam berbagai isu yang berkaitan dengan kemajuan. Sebagai contoh, sensus yang dilakukan oleh Population Division of the UN Secretariat pada tahun 1950an menyediakan bukti nyata bagaimana ledakan demografi yang besar pada bumi. Fomerand menyebutkan, “early warnings” ini sangat diperhatikan oleh masyarakat dunia, dan untuk kemudian diadakan tindakan – tindakan selanjutnya demi kemajuan. Namun di sisi lain, “early warning” ini tetap tidak dapat memberikan kesimpulan yang tepat dan justru mengecewakan. Memang, ada beberapa konferensi global dari PBB pada tahun 1990 yang menghasilkan pengaturan yang menyeluruh tentang bagaimana cara menuju kemajuan,yang kemudian diadopsi oleh negara – negara anggota. Namun, beberapa instrumen lain seperti Common Fund of UNCTAD atau Sepcial United Nations fund for Economic Development, tetap dilupakan.

Meskipun pada 1999 Sekjen PBB kofi Annan telah memaparkan bagaimana kaitan erat antara PBB dan komunitas bisnis dunia, dan kemudian didukung oleh beberapa organisasi bisnis utama dunia seperti International Chamber of Commerce, namun bagu Fomerand, terlalu dini untuk mengatakan ini berhasil, terutama dari pandangan terhadap sejarah panjang kegagalan PBB dalam menangani konflik antara PBB itu sendiri dan komunitas bisnis.

Tidak ada komentar: