Senin, 01 April 2013

PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KERANGKA WORLD TRADE ORGANIZATION



Penyelesaian Sengketa Di Dalam WTO
            WTO Agreements mengatur begitu banyak regulasi yang berkaitan dengan perdagangan internasional di bidang barang, jasa, dan aspek – aspek kekayaan intelektual. Mengingat pentingnya dampak dari aturan – aturan tersebut baik dalam bidang ekonomi maupun bidang lainnya, maka tidak mengejutkan apabila anggota WTO tidak selalu setuju dengan interpretasi aplikasi dari beragam aturan ini. Sengketa dapat muncul ketika suatu negara menetapkan suatu kebijakan perdagangan tertentu yang bertentangan dengan komitmennya di WTO atau mengambil kebijakan yang kemudian merugikan kepentingan negara lain.[1] Selain negara yang paling dirugikan atas kebijakan tersebut, negara ketiga yang tertarik pada kasus tersebut dapat mengemukakan keinginannya untuk menjadi pihak ketiga dan mendapat hak – hak tertentu selama berlangsungnya proses penyelesaian sengketa.[2]
            Penyelesaian sengketa WTO sendiri diatur dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes atau lebih dikenal dengan nama Dispute Settlement Understanding (DSU).  Pengaturan tentang DSU ini dipercayakan kepada sebuah badan yang disebut Dispute Settlement Body (DSB),[3] dimana perwakilan dari seluruh anggota WTO berpartisipasi.[4] Sistem dari DSU lewat DSB ini sangat bersifat desentralisasi, tidak dapat dilakukan secara ex-officio atau diluar keanggotaan, karena tidak adanya otoritas yang diberikan kepada entitas supra-nasional untuk mengajukan komplain kepada anggota WTO, sehingga sengketa hanya diajukan berdasarkan inisiatif anggota WTO saja.[5]
            Objek dan tujuan utama dari penyelesaian sengketa dalam WTO adalah untuk menyelesaikan sengketa antar anggota WTO yang terkait dengan hak dan kewajiban dalam WTO Law. Penyelesaian sengketa ini dilaksanakan dengan beberapa cara yang diatur dalam DSU, yaitu konsultasi atau negosiasi,[6] pemeriksaan oleh Panel dan Appelate Body,[7] arbitrase,[8] dan good offices, conciliation, dan mediation,[9] dengan yurisdiksi yang bersifat integrated,[10] compulsory,[11] dan contentious.[12]
            Penyelesaian sengketa dalam WTO memiliki empat proses utama, yaitu Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement. [13] DSU telah memberikan keterangan yang jelas dan lengkap mengenai konsultasi di dalam Article 3.7 DSU. Tiga proses utama selanjutnya dijalankan oleh DSB berdasarkan Article 2.1 DSU.[14]
1. Panel Proceedings
            Panel WTO bukan sebuah badan tetap, namun hanya berupa badan ad hoc yang dibentuk untuk memutuskan sengketa tertentu dan dibubarkan setelah selesai melaksanakan tugasnya. Ketika sebuah proses konsultasi mengalami kegagalan, negara yang mengajukan gugatan dapat meminta dibentuknya suatu Panel.[15] Inisiatif untuk mengajukan anggota Panel sangat tergantung pada Sekretariat WTO dan anggota WTO tidak dapat memaksakan penolakannya.[16] Panel memiliki komposisi tiga orang yang diatur dalam Article 8.5 DSU, dengan mendapatkan persetujuan para pihak yang bersengketa selama sepuluh hari setelah Panel dibentuk, namun prosedur ini belum pernah terjadi sampai saat ini,[17] dengan keanggotaannya sesuai Article 8.1 DSU harus berasal dari individu pemerintah atau non – pemerintah yang sangat berkualitas,[18] dengan sifat keanggotaan yang tidak permanen.
            Secara resmi, tugas Panel adalah membantu DSB membuat keputusan atau rekomendasi. Namun karena laporan Panel hanya dapat ditolak melalui konsensus dalam DSB, maka hasil putusannya sangat sulit untuk digugurkan.[19] Segala temuan Panel didasarkan atas kutipan – kutipan peraturan yang terdapat dalam berbagai WTO Agreements, dengan menerima gugatan yang diajukan oleh pihak complainant serta mendengarkan pembelaan dari respondent sambil melihat dan memperhatikan keterlibatan third parties.
            Laporan akhir Panel biasanya diberikan kepada pihak – pihak yang bersengketa dalam waktu enam bulan. Pada prinsipnya, proses Panel tidak boleh lewat dari sembilan bulan, namun pada prakteknya sering mencapai dua belas bulan. Laporan akhir atau disebut dengan Panel Report berisi hal – hal sebagai berikut:[20]
a.       aspek prosedural dari sengketa;
b.      aspek faktual dari sengketa;
c.       klaim dari para pihak (complainant, respondent, dan third parties);
d.      rangkuman argumen dari para pihak;
e.       tinjauan sementara;
f.       temuan Panel; dan
g.      kesimpulan Panel.
2. Appellate Review Proceedings
            Article 17.1 DSU memberikan pengaturan tentang pembentukan Appellate Body untuk mendengar appeal atau bantahan terhadap Panel Report. DSB membentuk Appellate Body sejak Februari 1995.[21] Tidak seperti Panel, Appellate Body adalah international tribunal yang bersifat permanen yang beranggotakan tujuh orang sesuai dengan Article 17.3 DSU.[22] Sampai saat ini anggota Appellate Body WTO adalah Mr. Ujal Singh Bhatia (India, ditunjuk pada tahun 2011); Professor Peter van den Bossche (Belanda, ditunjuk pada tahun 2009); Professor Seung Wha Chang (Korea, ditunjuk pada tahun 2012); Mr. Thomas R. Graham (AS, ditunjuk pada tahun 2011); Mr. Ricardo Ramirez – Hernandez (Meksiko, ditunjuk pada tahun 2009); Professor David Unterhalter (Afrika Selatan, ditunjuk pada tahun 2006); dan Professor Yuejiao Zhang (Cina, ditunjuk pada tahun 2006).[23]
            Mandat dari Appellate Body diatur dalam Article 17.13 DSU yang menyatakan bahwa :
            “The Appellate Body may uphold, modify or reverse the legal findings and conclusions of the Panel.”
Kata Uphold mengandung makna bahwa Appellate Body setuju baik dengan kesimpulan maupun reasoning yang dipakai Panel untuk mengambil keputusan tersebut. Kata modify mengandung makna bahwa Appellate Body setuju dengan kesimpulan yang diberikan oleh Panel namun tidak setuju dengan reasoning yang dipakainya. Kata reverse mengandung makna bahwa Appellate Body tidak setuju dengan kesimpulan yang diberikan oleh Panel.
            Biasanya proses banding atau appeal ini membutuhkan waktu tidak lebih dari 60 hari, dan batas maksimumnya 90 hari.[24] DSB harus menerima atau menolak laporan banding tersebut dalam jangka waktu tidak lebih dari 30 hari dimana penolakan hanya dimungkinkan melalui konsensus.
            Penyelesaian sengketa dalam kerangka WTO lewat GATT dianggap tidak efektif,[25] yang disebabkan karena prosesnya yang bersifat diplomatik dan “power based”.[26] Lebih lanjut, aturan GATT sendiri membuka kemungkinan bagi pihak – pihak yang kalah dalam sengketa untuk menolak melaksanakan kewajiban hasil keputusan dari sengketa tersebut tanpa adanya konsekuensi,[27] sehingga pada akhirnya WTO menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih rule based system serta legalized.[28] Namun demikian, perlu dikaji kembali sebaik apa penyelesaian sengketa WTO ini memberikan peran yang penting terhadap negara berkembang.[29]


[1] Peter van den Bossche, 2005, The Law and Policy of the World Trade Organization, New York : Cambridge University , hlm. 173
[2] ibid
[3] Lihat Article IV:3 WTO Agreement yang menyatakan : “The General Council shall convene as appropriate to discharge the responsibilities of the Dispute Settlement Body provided for in the Dispute Settlement Understanding. The Dispute Settlement Body may have its own chairman and shall establish such rules of procedure as it deems necessary for the fulfilment of those responsibilities.”
[4] DSB merupakan alter ego dari General Council WTO yang merupakan perwakilan seluruh anggota WTO. Lihat dalam Peter van Den Bossche, op.cit., hlm. 126 dan 229.
[5] Petros Mavroidis et.al., 2010, The Law of The World Trade Organization (WTO) Documents, Cases & Analysis, US : West Thomson Reuters, hlm. 880
[6] Lihat Article 3.7 Dispute Settlement Understanding yang menyatakan : “the aim of dispute settlement mechanism is to secure a positive solution to a dispute. A solution mutually acceptable to the parties to a dispute and consistent with the covered agreements is clearly to be preferred.” Pengaturan tentang mekanisme dan prosedur konsultasi di WTO diatur dalam Article 4 Dispute Settlement Understanding.
[7] Aturan dan prosedur tentang pemeriksaan oleh Panel dan Appelate Body WTO diatur dalam Article 6-20 Dispute Settelement Understanding.
[8] Lihat Article 25 Dispute Settlement Understanding
[9] Aturan tentang hal ini dimuat dalam Article 5 Dispute Settlemet Understanding.
[10] Article 1.1 Dispute Settlement Understanding menyatakan : “the rules and procedures of this Understanding shall apply to disputes brought pursuant to the consultation and dispute settlement provisions of the agreements listed in Appendix 1 to this Understanding (referred to in this Understanding as the “covered agreements”).” Ketentuan ini secara implisit menyatakan adanya integrated dispute settlement system yang berlaku bagi seluruh agreement yang diatur dalam WTO, sesuai Appellate Body Report pada kasus Guatemala – Cement 1, paragraf 64.
[11] Lihat Article 23.1 Dispute Settlement Understanding yang berbunyi : “When members seek the redress of a violation of obligations or other nullification or impairment of benefits under the covered agreements or an impediment to the attainment of any objective of the covered agreements, the shall have recourse to, and abide by, the rules and procedures of this Understanding.”
[12] Sifat contentious ini dapat dilihat pada Appellate Body Report US-Wool Shirts and Blouses, paragraf 340, yang menyatakan : “given the explicit aim of dispute settlement that permeates the DSU, we do not consider that Article 3.2 of the DSU is meant to encourage either Panels or the Appellate Body to “make law” by clarifying existing provisions of the WTO Agreement outside the context of resolving a particular dispute.”
[13] Peter van den Bossche, op.cit., hlm. 203
[14] Article 2.1 DSU : “Accordingly, the DSB shall have the authority to establish Panels, adopt Panel and Appelate Body reports, maintain survellance of implementation of rulings and recommendations, and authorize suspension of concessions and other obligations under the coverred agreements.”
[15] Lihat Article 6.2 DSU tentang permintaan pembentukan Panel atau Panel request.
[16] Petros Mavroidis et.al., op.cit., hlm. 973
[17] Peter van den Bossche, op.cit., hlm. 235
[18] Article 8.1 DSU berbunyi : “persons who have served on or presented a case to a Panel, served as a representative of a Member or of a contracting party to GATT 1947 or as a representative of Council or Committee of any covered agreement or its predecessor agreement, or in the Secretariat, taught or published on international trade law or policy, or served as a senior trade policy official of a Member.”
[19] Lihat Article 6.1 DSU tentang “reverse consensus”.
[20] Peter van den Bossche, op.cit., hlm. 242
[21] Dispute Settlement Body, Decision Establishing the Appellate Body, 10 February 1995, WT/DSB/1, tertanggal 19 Juni 1995, lihat di http://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/disp_settlement_cbt_e/c3s4p1_e.htm, diakses pada 4 Feburari 2013.
[22] Article 17.3 DSU berbunyi : “the Appellate Body shall comprise persons of recognized authority, with demonstrated expertise in law, international trade and the subject matter of the covered agreements generally. They shall be unaffiliated with any government.”
[23] World Trade Organization, Dispute Settlement : Members, Appellate Body Members, lihat di http://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/ab_members_descrp_e.htm, diakses pada 4 Februari 2013.
[24] Lihat Article 17.5 DSU.
[25] Andrew S. Bishop, 2002, The Second Legal Revolution in International Trade Law : Ecuador Goes Ape in Banana Trade War Wtih European Union, 12 International Legal Perspective, hlm. 1.
[26] J. H. H. Weiler, 2002, The Rule of Lawyers and the Ethos of Diplomats: Reflections on the Internal and External Legitimacy of WTO Dispute Settlement, 13 The American Review of International Arbitration, hlm. 183.
[27] Kim van der Borght, 1999, The Review of the WTO Understanding on Dispute Settlement : Some Reflections on the Current Debate, 14 American University International Law Review, hlm. 1230.
[28] Joost Pauwelyn, 2000, The Enforcement and Countermeasures in the WTO: Rules Are Rules—Toward a More Collective Approach, 94 The American Journal International Law, hlm. 339.
[29] Herliana Omara, 2007, Dispute Settlement Under the World Trade Organization : Inequality Protection between Developed and Developing Countries, Asia Law Review Vol. 4 No. 2, hlm. 55.

Tidak ada komentar: