Setelah lebih dari enam dekade sejak
disepakati, GATT yang kemudian bertransformasi menjadi WTO telah memberikan
sumbangan yang signifikan dalam upaya pembentukan perdagangan bebas melalui
berbagai kesepakatan penurunan tarif dan kuota. Namun dibalik semua itu,
perkembangan perdagangan dunia yang komplek dan penuh kepentingan telah
melahirkan upaya proteksi perdagangan melalui hambatan teknis (technical barriers to trade). Untuk
mencegah agar hambatan teknis ini tidak digunakan sebagai tembok dalam upaya
melakukan proteksi perdagangan yang kontra produktif terhadap perdagangan multilateral, maka disusunlah
kesepakatan mengenai hambatan teknis perdagangan atau yang dikenal sebagai technical barriers to trade agreement.
Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, Technical Barriers To Trade adalah
salah satu kategori dari other non –
tariff barriers selain Sanitary and
Phytosanitary, yang pengaturannya dicantumkan dalam Agreement on Technical Barriers To Trade atau lazim disebut dengan TBT Agreement sebagai Annex IA pada Marrakesh Agreement Establishing the World Trade Organization.
Aturan – aturan TBT Agreement berlaku
bagi regulasi yang bersifat teknis, prosedur standar dan conformity assessment yang berkaitan dengan :[1]
1.
produk
baik industri maupun agrikultur; dan
2.
proses
– proses yang berkaitan dengan hal tersebut serta metode produksinya.
TBT
Agreement merupakan agreement yang
berurusan dengan sub-set instrumen
domestik yang disebutkan dalam Article
III.4 GATT tentang technical regulations
dan standards.[2]
Sub – set instrumen domestik ini
sering memunculkan beragam pendapat terkait pengertian yang tepat mengenai Technical Barriers To Trade yang
mengakibatkan metodologi ekonomi yang berkembang saat ini menjadi lambat.[3]
Pada perkembangannya, terminologi Techcincal Barriers To Trade sering
disamakan dengan food safety regulations,[4] dan
sering tidak didefinisikan secara eksplisit tapi dibicarakan dengan cakupan
yang lebih luas dalam isu perdagangan di bidang lingkungan.[5]
Namun demikian, sebuah terminologi coba dikemukakan oleh Roberts, Josling, dan
Orden melalui pendekatan ekonomi yang membedakannya dari berbagai bentuk
kebijakan trade restrictions untuk
menegaskan keunikan bentuknya, dengan mengemukakan bahwa Technical Barriers To Trade merupakan regulasi dan standar yang
mengatur penjualan produk ke dalam pasar domestik yang tujuan utamanya adalah
untuk memperbaiki inefisiensi pasar yang terhalangi oleh karena faktor – faktor
dari luar yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi produk –
produk ini.[6]
Walau sering digunakan
secara bersamaan, TBT memiliki pengertian yang berbeda antara technical regulation dan standard atas dasar kategori kepatuhan.
Secara baku berdasarkan TBT Agreement
pengertian mengenai technical regulation,
standard, dan conformity assessment
procedure adalah sebagai berikut:
1. Peraturan
Teknis (technical regulation) adalah:
Dokumen yang mengatur sifat produk atau proses dan metoda produksi terkait,
termasuk aturan administrasi yang berlaku dimana pemenuhannya bersifat wajib.
Regulasi teknis dapat juga meliputi atau berkaitan secara khusus dengan
persyaratan terminologi, simbol, pengepakan, penandaan atau pelabelan yang
diterapkan untuk suatu produk, proses atau metoda produksi.[7] Contoh tentang hal ini adalah misalnya adanya sebuah aturan
yang menentukan produk baterai dengan kapasitas sembilan Volt atau lebih harus rechargeable, atau adanya aturan yang
menentukan bahwa produk anggur harus dijual dalam botol berwarna hijau.
2. Standar
(standard) adalah: Dokumen yang
dikeluarkan oleh suatu badan resmi, yang untuk penggunaan umum dan berulang,
menyediakan aturan, pedoman, atau sifat untuk suatu produk atau proses dan
metoda produksi terkait yang pemenuhannya bersifat tidak wajib (sukarela).
Standar dapat juga meliputi atau berkaitan secara khusus dengan persyaratan
terminologi, simbol pengepakan, penandaan atau pelabelan yang diterapkan untuk
suatu produk, proses atau metoda produksi.[8] Berbeda dengan technical
regulations, standards bersifat
sukarela, yang berarti pemenuhan terhadapnya tidak bersifat wajib. Contoh
standar yang bersifat sukarela adalah standar yang dikeluarkan oleh CENELEC (the European for Electrotechnical
Standardization), yaitu standar untuk telepon genggam ataupun komputer
portable.
3. Prosedur
Penilaian Kesesuaian (conformity
assessment procedure) adalah: Prosedur yang dipakai langsung atau tidak
langsung untuk menetapkan bahwa persyaratan yang relevan dalam regulasi teknis
atau standar telah terpenuhi.[9] Contoh tentang ketentuan ini adalah adanya prosedur sampling, testing, dan inspeksi barang.
Penentuan ukuran atau measure untuk mendefinisikan technical regulations memiliki
perdebatan yang tidak henti di antara anggota WTO, namun pada akhirnya telah
dirumuskan oleh Appellate Body dalam
kasus EC-Asbestos dan EC-Sardines yang merupakan reverse dari putusan Panel sebelumnya, dan menemukan tiga
urutan penentuan terhadap technical
regulations, yaitu :[10]
1.
measure
diberikan bagi produk yang diakui ataupun kumpulan produk;
2.
measure
dilakukan untuk menentukan karakteristik produk; dan
3.
penentuan
karakteristik produk sebagai sebuah measure
bersifat wajib.
Meskipun TBT Agreement diperuntukkan terutama bagi badan pemerintahan pusat
sebuah negara, namun pengaplikasiannya diperluas juga bagi otoritas
pemerintahan lokal dan badan non-pemerintahan dengan memberikan kewajiban
kepada anggota WTO untuk :[11]
1.
mengambil
langkah – langkah untuk memastikan pemenuhan kewajiban dalam TBT Agreement oleh badan pemerintahan
lokal dan non-pemerintah; dan
2.
tidak
mengambil langkah yang dapat mendorong badan – badan pemerintahan lainnya ini
untuk mengambil tindakan yang tidak konsisten dengan ketentuan – ketentuan
dalam TBT Agreement.
Sebagai upaya untuk
mencegah terlalu banyaknya ragam standar, TBT
Agreement mendorong negara anggota untuk
menggunakan standar-standar internasional dimana dianggap perlu. Lebih lanjut,
negara anggota tidak dicegah dari mengambil tindakan yang diperlukan untuk
menjamin standar nasionalnya dipenuhi. TBT telah menjadi hambatan non-tarif untuk perdagangan yang penting,
yang muncul ketika kebijakan domestik memaksakan regulasi, standar teknis,
pengujian dan prosedur sertifikasi, atau persyaratan pelabelan berpengaruh pada
kemampuan eksportir untuk mengakses pasar.
Perdebatan selanjutnya adalah ketika
ada pertentangan mengenai waktu berlakunya TBT
Agreement itu sendiri, yang ditetapkan berlaku sejak 1 Januari 1995
bersamaan dengan WTO Agreements yang
lainnya. Dalam kasus EC- Sardines, Panel dan Appellate Body menggunakan Article
28 Vienna Convention on the Law of Treaties yang menyatakan :
“unless a different intention appears from the treaty or
is otherwise established, its provisions do not bind a party in relation to any
act or fact which took place or any situation which ceased to exist before the
date of entry into force of the treaty with respect to that party.”[12]
Berdasarkan
ketentuan ini, dapat disimpulkan bahwa TBT
Agreement berlaku bagi technical
regulations yang meskipun diadopsi sebelum 1995, masih tetap dinyatakan
berlaku terhadapnya.[13]
Dalam beberapa WTO Agreements yang lainnya, ketentuan dalam TBT Agreement memiliki kedekatan yang dapat menimbulkan overlap dalam hal aplikasinya. Untuk
menghindari hal ini, cakupan aplikasi dari TBT
Agreement telah dibatasi dalam hubungannya dengan dua WTO Agreements lainnya, yaitu Agreement
on Government Procurement dan SPS
Agreement.[14]
Aplikasi dari kedua agreement ini
adalah berbeda dengan TBT Agreement meskipun
memiliki kesamaan bentuk measure dengannya.
Pertama, spesifikasi pembelian (purchasing
specifications) yang berhubungan dengan produksi dan konsumsi dari badan
pemerintahan tidak termasuk dalam cakupan TBT
Agreement ketika Agreement on
Government Procurement diterapkan.[15] Agreement on Government Procurement bersifat
plurilateral, dan hanya berlaku bagi 38 negara yang menjadi party dalam agreement tersebut. Kedua, sanitary
and pyhitosanitary measures yang berbentuk technical regulations, standards, atau conformity assessment procedures tidak termasuk dalam cakupan TBT Agreement karena telah diatur oleh SPS Agreement.[16]
Salah satu hal yang menjadi fokus
perhatian adalah bagaimana TBT Agreement diberlakukan
untuk menjamin bahwa berbagai aturan teknis dan aturan lainnya, termasuk
prosedur pengujian (testing), dan
sertifikasi mutu barang, hendaknya tidak menciptakan rintangan atau hambatan
yang tidak seharusnya terjadi dalam perdagangan internasional (Unnecessary Obstacles To International
Trade).[17]
Perjanjian TBT mengatur sedemikian rupa sehingga regulasi, standar, teknik pengujian dan prosedur sertifikasi di tingkat
domestik tidak menjadi hambatan bagi perdagangan internasional. Sebagai bagian
dari GATT dan WTO, TBT Agreement
turut mengadaptasi semangat dari WTO dalam mewujudkan perdagangan multilateral tanpa hambatan. Untuk itu,
TBT memiliki prinsip dasar yang digunakan dalam perumusannya yakni:
1.
Non - Discrimination. Dalam prinsip ini berlaku prinsip Most Favoured Nation dan National
Treatment sehingga penggenaan regulasi teknis dan standard atas suatu
barang harus diberlakukan secara seimbang kepada barang sejenis tanpa
memperdulikan dari mana asal barang tersebut. Prinsip ini berlaku untuk technical regulations yang terkandung
dalam Article 2.1 TBT Agreement yang
berbunyi :
“Members
shall ensure that in respect of technical regulations, products imported from
the territory of any Member shall be accorded treatment no less favourable than
that accorded to like products of national origin and to like products
originating in any other country.”
Prinsip
ini juga berlaku bagi standards yang
diatur dalam Annex 3(D) TBT Agreement tentang
Code of Good Practice for the
Preparation, Adoption and Application of Standard yang berbunyi :
“In respect of standard, the standardizing body shall
accord treatment to products originating in the territory of any other member
of the WTO no less favourable than that accorded to like product of national
origin and to like products originating in any other country.”
Sedangkan
untuk conformity assessment procedures mengandung
prinsip ini dalam Article 5.1.1 TBT
Agreement yang berbunyi :
“ Conformity assessment procedures are prepared, adopted
and applied so as to grant acces for suppliers of like products originating in
the territories of other member under conditions no less favourable than those
accorded to suppliers of like products of national origin or originating in any
other country.”
2.
Transparansi.
Prinsip transparansi merupakan kewajiban dalam pembuatan kebijakan perdagangan
yang ditempuh melalui kegiatan notifikasi yakni kewajiban untuk menyampaikan,
menyebarluaskan, mengumumkan, dan mempublikasikan setiap tindakan, kebijakan,
perundang – undangan, dan peraturan menyangkut perdagangan baik yang akan,
sedang, atau telah diterapkan dan / atau diubah.[18]
Dalam TBT Agreement yang dimaksudkan
dengan transparansi adalah kewajiban negara anggota WTO untuk menyampaikan
pemberitahuan ke Sekretariat WTO mengenai administrasi penerapan TBT Agreement, melakukan notifikasi,
melakukan publikasi terhadap semua technical
regulations[19]
dan conformity assessment procedures,[20]
serta membentuk enquiry point.[21]
Selain hal – hal tersebut, untuk menjamin terlaksananya prinsip transparansi
maka negara anggota juga harus melakukan notifikasi ke Sekretariat WTO. Ada
empat hal yang harus dinotifikasi oleh negara anggota yaitu :[22]
a.
rencana
pemberlakuan peraturan teknis, standar dan penilaian kesesuaian yang
diperkirakan akan dapat berpengaruh terhadap perdagangan;
b.
program
kerja pengembangan standar;
c.
pernyataan
administrasi dan penerapan perjanjian TBT-WTO; dan
d.
saling
pengakuan antara dua negara atau lebih berkenaan dengan peraturan teknis,
standar dan penilaian kesesuaian.
3.
Mencegah
hambatan yang tidak perlu terhadap perdagangan (Unnecessary obstacles to international trade). Dalam hal ini
pelaksanaan TBT di suatu negara diupayakan memiliki hambatan yang paling minim (the least trade restrictive measure)
dan memperhitungkan adanya resiko persyaratan yang ditetapkan tidak dapat
dipenuhi. Aturan ini dapat dilihat dalam Article
2.2 TBT Agreement untuk technical
regulations, Annex 3(E) tentang Code
of Good Practice For The Preparation, Adoption and Application of Standard,
dan Article 5.1.2 untuk conformity assessment procedures.[23]
4.
Harmonisasi.
Untuk menghindari terjadinya standar yang berbeda-beda, negara anggota didorong
untuk merujuk kepada standar yang berlaku secara internasional yang disepakati
dalam menyusun standar domestiknya. Hal ini diatur dalam Article 2.4 sampai 2.6 TBT
Agreement untuk technical regulations,
Annex 3 (F) – (G) tentang Code of Good Practice for the Preparations,
Adoption and Application of Standards TBT Agreement untuk standar, dan Article 5.4 dan 5.5 TBT Agreement untuk conformity
assessment procedures. TBT Agreement mendorong
agar negara anggota menerima regulasi teknis negara anggota lainnya dianggap
sama dengan regulasi teknis negaranya sampai harmonisasi internasional
tercapai. Harmonisasi internasional memakan waktu yang cukup lama dan terkadang
sulit untuk dicapai sehingga memerlukan prinsip ekuivalensi.[24]
TBT Agreement berdasarkan
perkembangannya menjelma menjadi sebuah produk aturan yang menentukan berbagai
regulasi dan standar di bidang teknis perdagangan barang. Ketika diperhadapkan
dengan regulasi domestik negara, maka kita memerlukan pengkajian yang lebih
lanjut tentang karakteristik dari TBT
Agreement itu sendiri dengan melihatnya sebagai sebuah WTO Agreement secara umum terlebih dahulu, kemudian menelitinya
secara khusus sebagai sebuah perjanjian yang khusus di bidang teknis.
[3] Jimmye S. Hillman, 1997, Nontariff
Agricultural Trade Barriers Revisited, Eds: David Orden and Donna Roberts. St. Paul, Minnesota: University
of Minnesota, Department of Applied Economics, dalam
Chapter 1 : Understanding Technical Barriers to Agricultural Trade.
[5] R.E. Baldwin, 1970, Nontariff
Distortions of International Trade, Washington
D.C.: The Brookings
Institution. Lihat juga pada Peter Kuch and Katherine Reichelderfer,
1992, The Environmental Implications of
Agricultural Support Programs: A United States Perspective, Eds. Tilman
Becker, Richard Gray, and Andrew Schmitz, Wissenschaftsverlag Vauk Kiel KG,
Chapter 15 : Improving Agricultural Trade Performance Under The GATT., dan Peter P. Uimonen, 1995, Trade
Rules and Environmental Controversies During the Uruguay Round and Beyond, World Economy 18(1), January
1995.
[6] Donna
Roberts, Timothy Josling and David Orden, 1998, Technical Barriers to Trade: An Analytic Framework, Agricultural
Economic Report, Economic Research Service, USDA, Washington D.C., hlm. 4.
dengan mengemukakan Technical Barriers To Trade adalah ““regulations and standards governing the sale of products into
national markets which have as their prima facie objective the correction of
market inefficiencies stemming from externalities associated with the
production, distribution and consumption of these products”.
[10] Lihat
definisi technical regulations dalam Annex 1.1 TBT Agreement kemudian
dibandingkan dengan Appellate Body
Report, EC-Asbestos, paragraf 67-70, dan Appellate Body Report, EC-Sardines, paragraf 176.
[12] Article 28 Vienna Convention on the Law of Treaties. Berdasarkan
ketentuan ini,setiap perjanjian yang dibuat akan selalu bersifat retroaktif,
kecuali disebutkan untuk tidak berlaku demikian secara spesifik dalam
perjanjian itu.
[13] Lihat Panel Report, EC-Sardines, paragraf 7.60 dan Appellate Body Report, EC-Sardines, paragraf 216, yang
menyatakan bahwa regulasi dari European Commission tentang technical regulations meskipun ditetapkan sebelum tahun 1995 masih
dinyatakan berlaku TBT Agreement terhadapnya
dan tidak dapat dipertimbangkan sebagai ketentuan yang “ceased to exist”.
[15] Lihat Article 1.4 TBT Agreement yang
menyatakan : “Purchasing specifications
prepared by governmental bodies for production or consumption requirements of governmental
bodies are not subject to the provisions of this Agreement but are addressed in
the Agreement on Government Procurement, according to its coverage.”
[16] Lihat Article 1.5 TBT Agreement yang
menyatakan : “the provisions of this
agreement do not apply to sanitary and phytosanitary measures as defined in
Annex A of the Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary
Measures.” Kasus tentang hal ini dapat dilihat pada Panel Report, EC-Hormones
(US), paragraf8.29, dan Panel
Report, EC-Hormones (Canada),
paragraf 8.32.
[18] Sulistyo
Widayanto, 2011, Prosedur Notifikasi WTO
Untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang Perdagangan – Kewajiban Pokok
Indonesia Sebagai Anggota WTO, Direktorat Kerjasama Multilateral, Direktorat Kerjasama Perdagangan Internasional,
Kementrian Perdagangan RI, lihat di
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/Prosedur%20Notifikasi%20WTO.pdf,
diakses pada 7 Februari 2013.
[22] Pusat
Kerjasama Standardisasi BSN, 2006, TBT-WTO
Agreement di Kadin, dalam Amesta Yisca Putri, 2010, Tinjauan Yuridis Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI),
Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta : Universitas Indonesia,
hlm. 44.
[23] Pembahasan
mengenai hal ini merupakan salah satu aspek penelitian dalam mengkaji
efektivitas TBT Agreement sebagai
sebuah mekanisme harmonisasi, dan akan dielaborasikan pada bab selanjutnya.
[24] Lihat Article 2.7 TBT Agreement. Pembahasan
mengenai hal ini merupakan inti dari penelitian, dan akan dielaborasikan pada
bab selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar